Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diberitakan memblokir sejumlah rekening dormant (tidak aktif) sebagai bagian dari upaya memerangi pencucian uang dan aktivitas judi online. Meski niatnya terdengar mulia, kebijakan ini sebenarnya bodoh dan gegabah jika ditinjau secara logis dan sistematis. Berikut adalah alasan-alasan kenapa kebijakan tersebut keliru:
1. Rekening Dormant Bukan Bukti Kejahatan
Rekening dormant hanyalah rekening yang tidak aktif digunakan dalam jangka waktu tertentu. Banyak orang membiarkan rekeningnya tidak aktif karena:
- Lupa,
- Pindah kerja/bank,
- Sengaja digunakan untuk tabungan jangka panjang.
Menjadikan rekening dormant sebagai target justru menyasar warga biasa, bukan pelaku kejahatan.
2. Melanggar Prinsip Presumption of Innocence
Pemblokiran rekening tanpa proses hukum atau pembuktian melanggar asas bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Ini adalah hukuman sepihak tanpa pengadilan.
3. Potensi Salah Sasaran Tinggi
Kebijakan ini rentan salah sasaran karena mayoritas rekening dormant tidak terkait kejahatan. Akibatnya, banyak orang tidak bersalah yang bisa dirugikan dan kehilangan kepercayaan terhadap sistem.
4. Mendorong Masyarakat Menghindari Sistem Perbankan
Jika rekening bisa diblokir tanpa alasan yang jelas, orang akan enggan menggunakan bank dan kembali ke sistem tunai. Ini justru mengurangi transparansi, bukan menambahnya.
5. Tidak Menyasar Akar Masalah
Pelaku kejahatan menggunakan rekening aktif dan berpindah-pindah, bukan rekening yang sudah lama tidak digunakan. Maka, menyasar rekening dormant adalah langkah yang tidak efektif.
6. Membuka Celah Penyalahgunaan Kekuasaan
Hari ini rekening dormant, besok bisa jadi rekening “terlalu banyak saldo” atau “mencurigakan”. Kebijakan ini mendorong praktik otoriter jika tidak dibatasi dengan jelas.
Kesimpulan
Pemblokiran rekening dormant adalah kebijakan yang salah sasaran, tidak berdasar, dan berpotensi merugikan rakyat kecil. Pencegahan kejahatan seharusnya berdasarkan data dan bukti kuat, bukan asumsi ngawur. Jika tidak dikoreksi, kebijakan ini hanya akan memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan keuangan negara.