Berikut artikel mendalam mengenai mengapa rakyat Indonesia kecewa dengan DPR, disertai dengan data valid dan sumber terpercaya sebagai rujukan:
1. Rendahnya Tingkat Kepercayaan Publik terhadap DPR
-
Survei Indikator Politik Indonesia, Januari 2025
Menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR hanya 69 %, berada di peringkat ke-10 dari 11 lembaga negara — hanya lebih tinggi daripada partai politik (62 %) (KompasMegapolitan). -
Survei Indikator, Mei 2025
Menampilkan DPR mendapatkan kepercayaan publik hanya sekitar 71 %, lebih rendah dibandingkan institusi seperti TNI (85,7 %), Presiden (82,7 %), dan Kejaksaan Agung (76 %) (kumparan). -
Survei IPO (22–28 Mei 2025)
DPR menerima tingkat kepercayaan hanya 45,8 %, menempati salah satu posisi terbawah dari 15 lembaga yang disurvei (Antara News).
Penjelasan: Secara konsisten, DPR tergolong lembaga dengan kepercayaan publik terendah, meski memiliki fungsi strategis dalam demokrasi (legislasi, anggaran, pengawasan).
2. Fungsi Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan yang Dinilai Lemah
Menurut peneliti Formappi, Lucius Karus:
-
DPR dianggap terlalu sering menjadi “tukang stempel” bagi kebijakan pemerintah, tanpa kritik atau inovasi substansial (KompasAntara News).
-
Tiap periode DPR (terutama periode 2024–2029) gagal membawa perubahan nyata pada citra dan kinerja lembaga secara kelembagaan (Antara News).
-
DPR memiliki kewenangan besar namun tidak seimbang dengan kinerja nyata: baik di legislasi, anggaran, maupun pengawasan; integritas internal kerap dipertanyakan (Antara News).
3. Pemberian Tunjangan Mulai dari Isu Sensitif — Picu Kecewa Publik
Menurut laporan AP:
-
Terungkap bahwa seluruh anggota DPR menerima tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan, hampir 10 kali upah minimum Jakarta. Hal ini memicu unjuk rasa yang berujung pada kekerasan dan tragisnya menyebabkan korban jiwa (AP News).
Refleksi: Ketidakpekaan terhadap kondisi ekonomi rakyat ini memperparah citra DPR sebagai lembaga yang elit dan jauh dari rakyat.
4. Aksi Protes dan Respons Masyarakat
-
Forum Warga Kota (Fakta Indonesia) mendesak DPR untuk serius menanggapi aspirasi rakyat, termasuk isu pengangguran, penolakan R-KUHAP, serta pembahasan RUU Perampasan Aset. Mereka juga mengecam pernyataan provokatif yang dianggap melukai kepercayaan publik (Antara News).
-
Di tengah demonstrasi, publik berharap tindakan nyata — bukan sekadar retorika — dari DPR untuk mereformasi diri dan merespons kebutuhan rakyat.
5. Perbandingan dengan Lembaga Lain: Kontrasnya Rasa Percaya
Lembaga | Tingkat Kepercayaan (%) |
---|---|
TNI | : ~85–85,7 (Mei 2025) |
Presiden | : ~82–82,7 (Mei 2025) |
Kejaksaan Agung | : ~76 (Mei 2025) |
DPR | : 69 (Jan), ~71 (Mei), atau 45,8 (IPO) |
-
TNI dan Presiden konsisten mendapatkan kepercayaan tinggi, sedangkan DPR terus menderita citra buruk.
-
Perbedaan mencolok ini menunjukkan DPR dianggap kurang kredibel dan relevan di mata publik dibanding lembaga lain.
6. Kesimpulan: Alasan Rakyat Kecewa dengan DPR
-
Kepercayaan Publik Rendah
DPR secara konsisten mencatat salah satu tingkat kepercayaan terendah dibanding lembaga negara lainnya (data dari survei Januari–Mei 2025). -
Kinerja yang Tak Memuaskan
Fungsi legislatif, penganggaran, dan pengawasan yang semestinya menjadi kekuatan demokrasi tidak dijalankan secara efektif — DPR dipersepsikan hanya menyetujui apa pun yang datang dari eksekutif. -
Isu Tunjangan dan Ketimpangan Ekonomi
Tunjangan fantastis memicu kemarahan publik, menunjukkan ketidaksesuaian antara figur wakil rakyat dan kondisi ekonomi masyarakat. -
Aspirasi Rakyat diabaikan
Demonstrasi rakyat menuntut DPR menjawab isu aktual: lapangan kerja, R-KUHAP, RUU kontroversial, namun respons DPR dinilai minim daya tanggap. -
Citra dan Legitimitas yang Rapuh
DPR sering diasosiasikan dengan elitisme, tidak transparan, dan tidak ngebawa perubahan — membuat frustrasi di kalangan pemilih.
Penutup
Secara keseluruhan, ketidakpercayaan terhadap DPR bukan karena satu kejadian, melainkan kombinasi faktor struktural dan simbolik: survei menyorot kepercayaan rendah, kinerja legislatif yang dinilai defisit, serta insentif ekonomi yang kontras dengan realitas rakyat. Harapan masyarakat adalah perubahan nyata: reformasi internal, transparansi, dan kedekatan dengan aspirasi rakyat.