Beberapa tahun terakhir, publik mulai menyadari bahwa arah kebijakan ekonomi dan administrasi pemerintahan Indonesia makin membingungkan. Bukannya mendukung masyarakat untuk tumbuh dan produktif, kebijakan yang diambil justru seringkali mempersulit rakyat kecil. Berikut adalah beberapa contoh kebijakan nyeleneh yang semakin membuat masyarakat merasa tak dipedulikan:
Tidak ada kerjaan, tidak diurusin- Pengangguran semakin tinggi, tapi solusi dari pemerintah minim. Alih-alih memberi pelatihan atau subsidi nyata, banyak yang justru dilepas begitu saja tanpa arah.
- Baru saja seseorang mendapatkan penghasilan dari kerja lepas, freelance, atau usaha kecil, tiba-tiba sudah diincar pajak. Sistem perpajakan digital yang agresif makin menyulitkan UMKM dan pekerja mandiri.
- Banyak rekening yang dibekukan sepihak oleh PPATK hanya karena dianggap "tidak aktif" alias dormant. Padahal sebagian besar masyarakat menabung untuk jaga-jaga, bukan untuk transaksi harian.
- Kini tabungan emas, baik digital maupun fisik, mulai dijerat pajak PPh 22. Masyarakat yang mencoba lindung nilai (hedging) dari inflasi justru dianggap objek pajak baru.
- Tanah milik rakyat yang dianggap “nganggur” atau tidak dibangun, kini terancam disita atau dikenakan pajak tinggi dengan alasan mempercepat pemanfaatan aset. Padahal banyak masyarakat sengaja menabung dalam bentuk tanah sebagai warisan keluarga atau investasi masa depan. Bukannya diberi ruang, malah dipaksa “jual atau rugi”.
- Pedagang kaki lima dikejar Satpol PP, sementara perusahaan besar yang melanggar hukum diberi relaksasi dan insentif fiskal. Keadilan ekonomi seperti dibalik total.
- Ironisnya, uang pajak yang dikumpulkan dari rakyat justru menjadi bancakan korupsi pejabat. Lebih menyakitkan lagi, rekening milik koruptor aman-aman saja—tidak pernah diblokir, tidak dibekukan. Yang ditindak justru rekening rakyat kecil yang tidak jelas salahnya.
Seakan-akan, masyarakat dipaksa berada di posisi serba salah. Tidak bekerja dianggap beban negara. Bekerja dikenakan pajak. Menabung diblokir. Investasi dikenai pajak. Pajak dikorupsi. Sementara yang benar-benar merugikan negara, justru dilindungi.
Pertanyaannya sekarang, untuk siapa sebenarnya kebijakan ini dibuat? Jika rakyat kecil selalu menjadi target, sementara yang besar justru difasilitasi, maka wajar jika muncul ketidakpercayaan terhadap institusi negara.
Komentar Anda? Jangan diam saja—karena diam bisa dianggap setuju.